Halaman

Rabu, 31 Oktober 2012

Kekuatan Sebuah Mimpi


Semuanya berawal dari sebuah mimpi. Mimpi yang selalu menjadi bahan bakar perjalananku, penguat di kala lemah, dan penghibur tatkala diri harus berurai air mata. Mimpi yang telah 2 tahun aku tanam, akhirnya pada waktu itu benar-benar menjadi kenyataan.
Waktu itu aku duduk di kelas 2 SMA, bertempat tinggal di sebuah asrama sekolah yang begitu damai. Kedamaian itu semakin terasa ketika setiap hari ahad, kami penghuni asrama yang berjumlah sekitar 30 orang itu bersama-sama menyaksikan sebuah acara penyejuk qolbu yang disiarkan di TPI. Acara itu berlangsung dari jam satu siang hingga jam tiga sore. Sebuah acara yang disampaikan oleh dai sejuk untuk masyarakat majemuk. Seorang dai yang taushiyahnya mampu mengguncangkan jiwaku, mengurai dosa-dosa yang ku tutupi, dan membuncahkan sebuah mimpi di dalam sanubariku yang terdalam. “Suatu saat aku harus pergi ke pesantren dai itu, menggali ilmu lebih banyak darinya, tidak hanya lewat layar kaca tapi harus benar-benar secara langsung menghadapnya.” Bisikan itulah yang selalu menguatkan tekadku, meyakinkan diri bahwa mimpi itu akan benar-benar menjadi kenyataan.
Kini aku menjadi mahasiswi di sebuah sekolah tinggi ternama di kotaku. Hari-hariku selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus. Sebagai mahasiswi baru yang haus akan pengalaman aku pun mengikuti berbagai kegiatan kampus yang diadakan oleh mahasiswa-mahasiswa senior. Atas izin Allah saat aku mengikuti kegiatan yang diadakan oleh ta’mir masjid kampus, aku pun berkenalan dengan mahasiswi senior yang sempat nyantri di pesantren impian. Bagaikan orang yang baru mendapat sebuah berlian, aku pun sangat antusias bertanya ini itu tentang pesantren impianku. Mulai dari program-programnya, biayanya, dan jalan mana yang harus ku tempuh saat aku ingin pergi ke sana. Alhamdulillah berkat kesabaran kakak kelasku itu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaanku yang tiada habisnya, aku pun banyak mendapat informasi mengenai pesantren impianku itu. Hari demi hari ku sisihkan uang sakuku agar saat liburan semester gasal nanti aku benar-benar bisa pergi ka sana. Agar tabunganku cepat bertambah aku pun rela bekerja paruh waktu di sebuah toko sepulang dari kuliah. Tekadku benar-benar telah bulat, dan pesantren impian itu seakan sudah berada di depan mataku. Ya Allah semoga Engkau memudahkan langkahku….
Saat yang dinanti-nanti itupun akhirnya tiba. Saat liburan semester gasal aku benar-benar bertekad untuk pergi ke pesantren impian. Uang tabunganku sudah lebih dari cukup kini tinggal meminta doa restu dari orang tua. Saat ku sampaikan keinginanku, mereka pun awalnya ragu untuk memberiku izin. Karena ini untuk pertama kalinya aku pergi jauh seorang diri di tempat yang sama sekali belum ku jamah sebelumnya. Tapi setelah ku yakinkan sepasang bidadariku itu, bahwa aku pergi untuk menuntut ilmu, dan Insya Allah, Allah akan menjagaku, memudahkan langkah hamba yang berjalan guna mencari ilmu, Alhamdulillah akhirnya mereka mengizinkan, bahkan membawakanku bekal seadanya. Ya, karena langkah inilah yang akan memudahkan seorang hamba menggapai surga-Nya dan gugur dalam perjalanan ini akan ternilai sebagai syahid di hadapan-Nya.
Pukul 17.00 kereta yang ku tumpangi mulai bergerak menuju daerah-daerah transitnya, yang salah satunya adalah kota Bandung tempat pesantren impianku berada. Sengaja aku memilih kereta malam hari agar aku sampai tempat tujuan pada waktu siang hari. Sehingga apabila nanti merasa kebingungan saat mencari lokasi pesantren impian tidak terlalu merasa panik ataupun ketakutan.
Pukul 08.00, kereta yang ku tumpangi telah tiba di sebuah stasiun. Ketika ku tanya pada Mbak Iis yang duduk di sampingku, beliau mengatakan bahwa kereta telah sampai di stasiun kiara condong yang ada di kota Bandung. Sebagian besar penumpang dari stasiun Madiun dan kota-kota sekitarnya turun di stasiun ini. Dalam hati aku merasa gelisah dan sangat panik, takut bila salah alamat. Tapi aku berusaha bersikap setenang mungkin sambil berfikir jernih mencari solusi. Ku coba mengirim sebuah sms kepada contact person pesantren impian putri. Tapi jawabannya sama sekali tak nyambung bahkan membuatku semakin bingung. Ku coba meneleponnya, walaupun biayanya mahal tapi tak apalah asalkan aku tidak tersesat. Nomornya nyambung tapi tak diangkat, ku coba hingga beberapa kali tapi tetap juga tak diangkat. Aku semakin bertambah panik, tapi aku terus berusaha untuk bersikap tenang dan mencoba berfikir jernih. Sebelum kereta ini benar-benar berjalan kembali meninggalkan kiara condong aku harus segera mendapatkan jawaban yang benar-benar valid. Ya selain menyimpan nomor CP putri aku juga menyimpan nomor CP putra. Tanpa banyak pikir langsung saja aku meneleponnya. Menghilangkan segenap rasa gengsi dan maluku. Alhamdulillah nomornya nyambung dan diangkat.
“Assalamu’alaikum, benar ini dengan saudara Ali, CP pondok Ramadhan di pesantren impian?” sapaku tak sabaran.
“Wa’alaikumsalam, ya benar ini dengan siapa?” jawab suara dari ujung sana.
“Begini Pak, saya dari Madiun ingin ke pesantren impian tapi bingung turun di stasiun mana? Saat ini saya sudah berada di stasiun kiara condong.”
“Oo… turun saja di stasiun Bandung Buk….”
“Stasiun Bandung itu yang mana Pak? Ini kan juga sudah sampai kota Bandung?”
“Stasiun setelah kiara condong, namanya stasiun Bandung.”
“Oh begitu, ya udah Pak terima kasih…, Assalamu’alaikum….”
“Wa’alaikum salam….”
Lega rasanya, ternyata aku tidak tersesat. Kusaksikan para penumpang di samping kanan dan kiriku, juga di bagian depan dan belakang. Tempat duduk telah banyak yang kosong, para penumpang telah banyak yang turun. Suasana di kereta pun mulai lenggang tidak berjubel seperti semalam, hingga banyak penumpang yang rela berdiri selama berjam-jam. Para pedagang yang semula lalu lalang pun juga mulai sepi. Hanya ada beberapa pemulung yang mendesak naik ke atas kereta untuk memungut botol-botol plastik bekas di bawah kolong-kolong kursi para penumpang.
Beberapa menit kemudian kereta pun berhenti. Ku baca sebuah tulisan besar di tempat itu. “Stasiun Bandung” Alhamdulillah…. aku benar-benar bisa sampai di kota pesantren impian. Tepat setelah ini aku harus mencari angkot yang menuju ke arah kampus UPI. Tapi lagi-lagi aku bingung, di mana aku harus menanti angkota itu. Aku baru sadar setelah turun dari kereta aku sama sekali tidak tahu arah. Sedangkan kanan kiri ku lihat masih lokasi stasiun yang luas. Ku yakinkan diriku sendiri, aku tidak boleh panik, tidak boleh terlihat seperti orang bingung, aku pasti bisa menemukan angkota itu. Begitu aku mengetahui ada seorang bapak-bapak yang juga turun di stasiun itu, aku langsung mensejajari langkahnya.
“Maaf Pak, tahu angkota yang menuju kampus UPI?”
“Biasanya pangkalan angkot itu di sana Mbak, Coba nanti saya carikan.” Kata Bapak itu ramah sambil terus berjalan.
“Oh terima kasih Pak,” kataku sambil terus mengikuti langkah Bapak itu.
“Mbak aslinya mana? Mau kuliah di UPI?” tanya Bapak itu.
“Saya dari Madiun Pak, mau ikut pesantren kilat di sebuah pesantren dekat UPI. Bapak sendiri aslinya mana?”
“Saya dari tasik, di sini mau kerja Mbak. Oh ya tadi nama angkotanya apa?” tanya Bapak itu ketika sudah sampai di tepi jalan raya.
“Wah namanya nggak tau Pak. Pokoknya jurusan ke kampus UPI dan berwarna krem.” Jawabku sambil mencoba mengingat keterangan dari kakak kelasku.
“Oh itu mungkin Mbak.” Kata Bapak itu sambil menunjuk sebuah angkota yang sedang berhenti di lampu merah.”
“Iya mungkin Pak.” Kataku sambil bersorak senang.
“Bang ke arah UPI?” tanya Bapak itu kepada sopir angkota.
“Iya Bang, ayo Neng, naik Neng…,” jawab sopir angkot itu sambil mencari penumpang.
Saking gembiranya aku langsung berlari masuk ke dalam angkot dan lupa belum mengucapkan terima kasih kepada Bapak yang telah menolongku. Maka ketika aku sadar aku pun langsung berteriak kepada Bapak yang baik hati itu.
“Pak… terima kasih….” teriakku ketika sudah berada di dalam angkot.
Aku pun hanya melihat Bapak itu melambaikan tangan ke arahku sambil tersenyum lebar.
Aku pun membalas senyumnya, sembari mendoakan semoga kebaikannya di balas oleh Allah Swt.
Di sepanjang perjalanan, ku saksikan kanan kiri jalan, sambil menunggu detik-detik pertemuanku dengan pesantren impian. Pak sopir tak henti-hentinya menyapa orang yang berdiri di tepi jalan, untuk menanyakan arah tujuan mereka.
“Ya Allah mimpi itu selangkah lagi akan menjadi kenyataan. Semoga semua ini berjalan seiring dengan ridha-Mu. Dan Engkau mencatatnya sebagai amal shalih yang akan menjadi pemberat catatan amal kebaikanku kelak.” Munajatku dalam hati.
Ketika sibuk menikmati indahnya kota Bandung dan membayangkan pesantren impian, tiba-tiba aku dikejutkan dengan sebuah plang yang bertuliskan. “Daarut Tauhid 200 M.” “Hah benarkah aku telah sampai?” teriakku dalam hati.
“Maaf Pak ini sudah sampai gang panorama?” tanyaku tak sabar kepada sopir angkot.
“Oh iya Neng, ini sudah sampai.” Kata sopir angkot itu menjelaskan.
“Baik Pak, saya turun sini saja. Terima kasih Pak.” Kataku sambil menyerahkan 1 lembar uang 5 ribuan kepada sopir angkot itu.
“Ya Allah aku benar-benar sampai….” Teriakku dalam hati.
Ketika ada seorang gadis remaja yang juga sedang berjalan, langsung saja ku sejajari langkahnya.
“Maaf Mbak pesantren impian itu masih jauh ya?” tanyaku sambil menyapa.
“Oh nggak kok Teh, mungkin sepuluh menit lagi sudah sampai.” Kata gadis itu sambil tersenyum dan memanggilku dengan panggilan khas kota Bandung.
“Oh begitu ya, Mbak kuliah?”
“Iya, Teteh sendiri datang dari mana?”
“Saya dari Madiun, ingin mengisi liburan dengan ikut pesantren kilat di pesantren impian.”
“Oh begitu, maaf Teh saya harus belok. Teteh lurus aja nanti ada tulisannya kok.”
“Oh iya terima kasih banyak Mbak….”
“Sama-sama semoga memperoleh ilmu yang bermanfaat. Assalamu’alaikum….”
“Wa’alaikum salam….” balasku sambil menjabat tangan Mbak itu erat.
Beberapa menit kemudian ku saksikan bangunan-bangunan megah yang bertuliskan nama pesantren impian. Bangunan-bangunan itu adalah beberapa usaha milik pesantren Impian. Tak bisa diungkapkan betapa bahagianya hatiku saat itu. Ya Allah aku benar-benar telah sampai pesantren impianku semoga ilmuku bermanfaat. Begitu sampai di masjid pesantren aku pun langsung bersujud. Dan tanpa ku sadari orang yang berada di sampingku adalah istri dari dai yang selama ini ku kagumi.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/10/23859/kekuatan-sebuah-mimpi/#ixzz2Aq8BGbb6

Jumat, 17 Agustus 2012

Bercermin Pada Kesabaran Utsman dan Kokohnya Umar


“Dan berilah perumpamaan kepada mereka(manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin, dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al Kahfi: 45)
Al Qur’an menjadi kiblat dan teladannya. Karena itulah menjadikan murninya ibadah dan keagungannya. Seorang laki-laki yang kaya raya, dipenuhi dengan kekayaan duniawi di sekitarnya tapi tetap teguh dan kuat dijalan Allah. Atas kesabarannya menahan diri dari kemewahan dunia, ia habiskan waktu siangnya untuk puasa dan malamnya untuk mendekatkan dirinya dengan Sang Pemilik segalanya. Tidak tergoda dengan berbagai makanan lezat dan empuknya tempat tidur mewah, hanya karena perasaan cintanya pada Allah. Dia adalah seorang laki-laki yang telah mendapat dua orang putri dari seorang manusia pilihan Rasulullah saw, yaitu Utsman bin Affan.
Laki-laki kaya raya ini telah menemukan obat mujarab penangkal godaan duniawi, yaitu dengan kedekatan dirinya pada Allah dan Al Qur’an. Ayat di atas yang selalu membuatnya berguncang dan selalu di ulang-ulangnya. Seorang manusia yang hanya menganggap kekayaan dunia seperti daun kering, kecuali jika dibelanjakan dijalan Allah maka akan berubah menjadi kebaikan dan pahala yang besar.
Kesabaran yang perlu perjuangan besar adalah saat kita berada di puncak kejayaan, terlalu banyak pilihan hingga kita terlalu sulit untuk menjadikan diri ini tidak terlena dengan indahnya dunia. Hanya jiwa yang besar dan kokoh yang selalu dalam dekapan Allah, mampu selamat dari gemerlap dunia. Sabarnya Utsman yang membuat perjanjian dengan dirinya untuk membebaskan hamba sahaya setiap hari Jum’at, dan membantu penduduk mekah saat masa paceklik. Semua dilakukannya untuk mengharap keridhaan Tuhannya.
Utsman seorang yang sangat unik dan luar biasa, memiliki kasih sayang yang sangat besar dan senang dengan menyambung silaturahim. Itu adalah cerminan dari dekatnya hubungan dengan Allah di waktu siang dan malamnya. Banyaknya puasa dan kekuatan bangun di malam harinya.
Dan sekarang mari kita bercermin kepada seorang Umar bin Khattab, kekokohan ‘azamnya untuk merubah diri lebih baik. Dan inilah ungkapan yang sering diulangnya:
“Dahulu engkau amatlah rendah, lalu Allah tinggikan kedudukanmu, dahulu engkau sesat kemudian Allah berikan petunjuk kepadamu, dahulu engkau hina, kemudian Allah muliakan dirimu. Maka, apakah yang akan engkau katakan kepada Tuhanmu esok (di akhirat)?”
Dialah manusia yang sangat lembut hatinya, saat menjadi imam shalat tangisnya yang terdengar hingga shaf terakhir. Yang selalu mencucurkan airmata di setiap suapan makanan lezat, minuman dingin yang menyegarkan. Seorang laki-laki yang benar-benar takut akan kebesaran Allah, tunduk dan patuh kepada-Nya dengan penuh penghormatan dan rasa malu bila menghadap–Nya dalam keadaan kekurangan.
Padahal Rasulullah telah mengabarkan jaminan surga baginya. Namun ia sungguh lebih kuat dari semua syahwat dan godaan, hingga seolah-olah ia benar-benar ma’shum (terjaga) dari segala kesalahan. Ia sangat takut, berhati-hati dan malu kepada Allah.
Bagaimana ia mencontoh Rasulullah yang memenuhi malamnya dengan tahajjud dan beribadah pada-Nya, serta siangnya dipenuhi dengan puasa dan jihad. Inilah penghormatan sebaik-baik penghormatan. Inilah ungkapan rasa syukur kepada Allah dengan sebaik-baik syukur. Hubungannya dengan Allah bukan karena ketakutan akan siksanya tetapi karena kecintaan dan pengagungan kepada Allah dan rasa malu pada-Nya.
Ia senantiasa memacu dirinya melampaui batas kemampuannya untuk meraih sebanyak-banyak makrifat dan syukur kepada sang penciptanya. Rasa malunya kepada Allah telah menjauhkannya dari kemewahan dunia, bahkan dari ketenangan dunia. Ia dan keluarganya tidak mau makan kecuali makanan pokok untuk kekuatan tubuhnya, tidak pula menginginkan kehidupan kecuali sekadarnya.
Dengan cermin yang begitu mempesona itu, semoga mampu menjadikan diri kita terpacu untuk melakukan kebaikan dan meluruskan niat karena kecintaan kita kepada Allah. Bersama-sama kita berlomba dalam kebaikan, mengingatkan dalam kebenaran. Mengingatkan akan adanya akhirat, dan perhitungan amal serta pertanggungjawaban setiap amalan.
“Bacalah catatan amalmu, cukuplah dirimu sendiri hari ini sebagai penghisab terhadapmu,” (QS. Al Isra: 14)
Setiap saat memantau diri dan setiap amalan kita. Apakah yang telah kita berikan kepada Allah? Apakah telah cukup bekal kita untuk menghadap-Nya?
“Apakah kamu mengira bahwa kami menciptakan kalian dengan sia-sia dan sesungguhnya kalian akan dikembalikan?”(QS Al Mukminun: 115)
Berharap kita kembali kepada-Nya dengan sebaik-baik iman, Islam dan ketaqwaan. Hingga Allah ridha dan masukkan kita ke dalam surga-Nya. Aamiin.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/08/22424/bercermin-pada-kesabaran-utsman-dan-kokohnya-umar/#ixzz23oRSwb2V

Rabu, 15 Agustus 2012

Kisah di Satu Pertiga Malam


Aku menangis meringis
Dalam sujud yang diam
Teringat dosa yang tercipta
Bagai benih-benih tersemai
Aku menunduk mengemis
Akan ampunan dunia yang kelam
Mengharap surga, terhindar neraka
Mengharap cinta, ridha dari-Nya
Menyulam doa dalam damai
Menyunting surga penuh harap
Membasuh muka dalam taubat
Menyiram iman yang telah berkarat
Satu pertiga malam tanpa cahaya
Deraian deras tanda sesal
Sesegukan tanda tak kuat
Membendung nafsu, khilaf bermaksiat
Ampuni aku ya Rabbi
Yang lemah dalam iman
Terbuai nafsu dalam berbuat nista
Yang entah kapan akan berakhir.
Hanya maaf, ampunan-Mu
Penyejuk batinku
Hanya huda petunjuk-Mu
Jalan kembaliku
Itulah kisah di pertiga malam
Dalam kelam tanpa rembulan
Mengharap cinta dari Tuhan
Walau diri terlalu kelam
Oleh balutan nista tak terhingga


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/08/22339/kisah-di-satu-pertiga-malam/#ixzz23bHLxLqf

Selasa, 07 Agustus 2012

Ramadhan, Penawar Manis Keangkuhan

Memahami segala kondisi dan keadaan, kita akan menemukan hangatnya sebuah persaudaraan. Bahwa orang-orang merasa nyaman dengan diri kita. Dan membantu orang lain merasa tenang berada di dekat kita. Meski pertemuan singkat, namun tak menghalangi hangatnya dekapan persaudaraan yang mungkin akan terjalin dalam jangka panjang.
Buka puasa bersama di bulan Ramadhan, mungkin salah satu jalan kita bisa memahami segala kondisi. Berinteraksi dengan orang-orang yang mungkin belum dikenal, menjalin komunikasi, saling bertutur sapa, hingga akhirnya terjalin ukhuwah (persaudaraan dalam Islam). Merasakan kedekatan antar sesama muslim yang jarang bertemu. Rasa saling empati, hingga mendatangkan rasa itsar -saling mendahulukan saudara seiman- meski tinggal di negeri muslim minoritas.
Dan mungkin ini pula yang menjadi salah satu sasaran organisasi Komunitas Masyarakat Muslim Indonesia di Jepang. Sebuah organisasi perkumpulan masyarakat muslim Indonesia yang tinggal di wilayah Tokyo dan sekitarnya. Mengadakan buka puasa bersama (Bukber) setiap Ahad di bulan Ramadhan. Menjamu para warga muslim di bulan suci Ramadhan, siapa saja, tak kenal warna kulit, untuk berbuka puasa bersama. Hingga manisnya ukhuwah, indahnya Ramadhan masih bisa dirasakan meski tinggal di negeri seberang.
Sangat disayangkan, jika suasana ruhiyah tinggi dalam berukhuwah pada acara buka puasa bersama, harus tereliminasi hanya karena ada keangkuhan yang dipermanis oleh orang-orang yang merasa tak nyaman dengan kondisi. Merasa terganggu dengan kunjungan beberapa warga yang membawa para jundi-jundi ciliknya, untuk ikut menikmati suasana Ramadhan. Tak bisa memahami bahwa mereka datang dengan si cilik dari tempat jauh, berganti kereta dari stasiun ke stasiun, di tengah terik musim panas, perut kosong kerongkongan dahaga, demi sebuah niatan baik. Ingin mengenalkan indahnya Ramadhan pada si cilik melalui Bukber. Lebih awal datang ke acara, menyimak live kajian taushiyah dari beberapa ustadz yang sengaja diundang dari Indonesia hingga shalat tarawih berjamaah.
Suasana tawa cilik, lari-lari kecil sang jundi, dan hiruk pikuk para ibu yang berusaha membantu penyediaan ta’jil terasa menjadi gangguan-gangguan yang harus ‘ditertibkan’. Hingga tak jarang beberapa pasang mata mulai mendelik lalu bermuka masam. Melirik kanan kiri dengan wajah tak ramah.
Hingga tak jarang terdengar peluit dari mulut “Sssttt…! Sssssttt…!” Yang berakhir pada sebuah instruksi dari mulut ke mulut agar anak-anak cilik dihentikan dari tawanya, diharuskan duduk manis menyimak kajian. Sedangkan untuk para ibu yang sudah terlanjur dicap ‘hiruk pikuk’ di tengah taushiyah, dipaksa harus terhentak dengan pertanyaan eksplisit.
“Kenapa orang Islam, tapi jarang yang memiliki perilaku Islam? Sibuk sendiri di tengah Kajian Islam….!”
Sebuah “perseteruan” klasik yang mungkin saja terjadi di manapun. Tidak hanya di Indonesia yang bermayoritas muslim, hatta di Jepang pun yang muslim minoritas, itu terjadi. Anak-anak menjadi “momok” yang mengganggu jalannya kekhusyuan tarawih, gotong royong para ibu menyediakan ta’jil menjadi “hiruk pikuk” yang merusak indahnya seruan ceramah.
Entah tepat atau tidak, saya ingin mengatakan, sebetulnya mereka yang tak nyaman dengan keadaan “aktivis” anak-anak kecil dan “hiruk pikuk ukhuwah” para ibu menyediakan ta’jil adalah orang-orang yang sedang mempermanis keangkuhan diri. Mempermanis keangkuhan dalam arti mencari kenyamanan diri, tanpa peduli kenyamanan orang lain. Menolak apa yang selayaknya diterima. Lalu menafsirkan negatif orang-orang yang sebetulnya memiliki keikhlasan –ingin memaknai Ramadhan lebih indah bagi keluarga– menjadi orang-orang yang tidak berperilaku Islami.
Mari kita belajar dari sang Rasulullah shalallahu`alaihi wassalam. Yang dengan muka masamnya pada seorang buta telah ditegur Allah.
QS Abasa menjelaskan betapa Allah tidak menyenangi orang-orang yang mempermanis keangkuhan. Meski kita tahu, alasan “Sang Utusan” bermuka masam adalah “manis”. Ingin menyampaikan indahnya Islam pada para pembesar Quraisy. Hingga merasa diinterupsi ketika sedang melaksanakan tugas mulia; Berdakwah, Lalu beliau tak nyaman oleh pertanyaan seorang buta Abdullah Ibn Ibnu Maktum. Hingga kemudian Rasulullah disadarkan dengan teguran. Yang darinya Ia, selalu mengingat kekhilafannya, berlaku manis dengan keangkuhan.
“Selamat datang duhai orang yang karenanya aku ditegur Rabbku!” Sejak peristiwa itu, Sang nabi selalu tersenyum menyambut Abdullah Ibn Maktum, yang lalu mentahrimkannya dalam majelis. Dengan menggandeng tangan, menggenggam jemarinya lalu mendudukkan di sebelahnya. Beliau memahami, setiap pribadi perlu dihargai, untuk merasa nyaman. Bahwa keangkuhan walau beralasan manis tidaklah baik.
Mari kita pun belajar tentang menghargai sang aktivis cilik dari Rasulullah. Betapa beliau tak segan bersujud panjang saat sang cucu menaiki punggungnya. Tak ada larangan khusus yang kemudian beliau berikan kepada Hasan Hussein sang cucu agar tidak bergaduh saat shalat. Semata beliau memahami, begitulah dunia anak. Belajar dari lingkungannya dengan cara bermain. Learning by doing.
Berusaha mengerti bahwa dunia anak adalah fase mula`abah (bermain). Para aktivis cilik tidak bisa langsung ditertibkan hingga terduduk manis, rapi tak bersuara, tak berlari ke sana kemari, hingga mendapat pujian. Karena dari bermainnya sebenarnya mereka tengah menyimak suasana Islami penuh keakraban.
Sesungguhnya, memahami dunia anak kecil adalah dunia yang tidak sama dengan kaum dewasa tanda bahwa kita mampu mengekang keangkuhan yang mungkin terasa manis. Dengan tidak beralasan; anak kecil berisik, mengganggu ibadah, tidak tahu adab majelis dan masjid, dsb.
Mempermanis keangkuhan adalah situasi jiwa yang sering menggoda kebanyakan kita tanpa sadar. Merasa diri perlu dihargai namun enggan menghargai. Ingin dimengerti tapi tak mau mengerti. Ingin dipahami tapi tak mau memahami. Ingin kenyamanan tapi tak mau memberi kenyamanan.
Kembali pada hakikat puasa, sesungguhnya shaum di bulan suci Ramadhan adalah kesanggupan kita menguasai diri, mengendalikan syahwat dan meredam hawa nafsu, terhadap apa saja, sekecil apapun. Pun Ramadhan mengajarkan kita untuk berjiwa sosial. Mampu merasakan kondisi tak hanya pada orang-orang “papa,” namun juga belajar berempati akan perasaan orang-orang di sekeliling kita.
Mari kita jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk menghapus manisnya keangkuhan yang mungkin terjadi pada diri tanpa disadari. Darinya sang nafsu diajarkan untuk tidak merasa angkuh melihat hal yang tak nyaman dengan diri. Dengannya sang ego diarahkan untuk sanggup menguasai diri, tak terkecuali pada berisiknya anak-anak kecil di sela-sela shalat tarawih ataupun ceramah.
Karena berpuasa Ramadhan, bukan sekadar benar secara hukum, tapi hampa secara makna. Jangan sampai Ramadhan kita terkoyak hanya karena keangkuhan yang dipermanis yang membuat beberapa hati mungkin tersakiti tanpa disengaja. Namun sebaliknya, dengan Ramadhan, mari kita temukan hangatnya persaudaraan.

Jumat, 20 Juli 2012

Kiat Menyambut Bulan Ramadhan

Bulan ramadhan merupakan tamu yang istimewa bagi kita. Tentu kita sebagai tuan rumah harus menyambut kedatangannya dengan suaka cita dan memuliakannya. Bagaimana caranya kita menyambut bulan ramadhan? Berikut adalah kiat-kiat untuk menyambut puasa ramadhan:
1.Niat sungguh-sungguh
Ketika Ramadhan menjelang banyak orang berbondong-bondong pergi ke pasar dan supermarket untuk persiapan berpuasa. Mereka juga mempersiapkan dan merencanakan anggaran pengeluaran anggaran untuk bulan tersebut. Tetapi sedikit dari mereka yang mempersiapkan hati dan niat untuk Ramadhan. Puluhan kali Ramadhan menghampiri seorang muslim tanpa meninggalkan pengaruh positif pada dirinya seakan-akan ibadah Ramadhan hanya sekedar ritual belaka, sekedar ajang untuk menggugurkan kewajiban tanpa menghayati dan meresapi esensi ibadah tersebut, jika Ramadhan berlalu ia kembali kepada kondisinya semula.
Tancapkanlah niat untuk menjadikan Ramadhan kali ini dan selanjutnya sebagai musim untuk menghasilkan berbagai macam kebaikan dan memetik pahala sebanyak-banyaknya. Anggaplah Ramadhan kali ini sebagai Ramadhan terakhir yang kita lalui karena kita tidak bisa menjamin kita akan bertemu Ramadhan di tahun-tahun berikutnya. Tanamkan tekad yang disertai dengan keikhlasan untuk konsisten dalam beramal saleh dan beribadah pada bulan Ramadhan ini. Ingat sabda Rasulullah Saw.: “Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan ikhlas maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu.”
2.Persiapan fisik dan jasmani
Menahan diri untuk tikak makan dan minum seharian penuh selama sebulan tentu memerlukan kekuatan fisik yang tidak sedikit, belum lagi kekuatan yang dibutuhkan untuk menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan shalat tarawih dan shalat sunnah lainnya, ditambah kekuatan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an dan beri’tikaf selama sepuluh hari di akhir Ramadhan. Kesemua hal ini menuntut kita selalu dalam kondisi prima sehingga dapat memanfaatkan Ramadhan dengan optimal dan maksimal
3. Merancang agenda kegiatan
Untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadan. Ramadhan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan berharga yang bisa membersihkan diri dan mendekatkan diri kepada Allah.
4. Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan puasa dan ibadah Ramadhan lainnya.
Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadan datang agar puasa kita benar dan diterima oleh Allah. Disamping pengetahuan yang berkenaan dengan puasa, pengetahuan-pengetahuan lain yang berkaitan dengan Ramadhan juga perlu seperti anjuran-anjuran, prioritas-prioritas amal yang harus dilakukan dalam Ramadhan, dan lain-lain agar setiap muslim dapat mengoptimalkan bulan ini sebaik mungkin“Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui,” begitu kata Allah di Al-Qur’an surah Al-Anbiyaa’ ayat 7.
5. Sambut Ramadan dengan tekad meninggalkan dosa dan kebiasaan buruk.
Setiap manusia adalah pendosa dan sebaik-baik pendosa adalah yang bertaubat” demikian sabda Rasulullah Saw. seperti yang diwartakan Ahmad dan Ibnu Majah. 
Di antara karunia Allah adalah selalu mengulang-ulang kehadiran momen-momen Ramadhan adalah salah satu dari momen tersebut yang selalu datang setiap tahun. Ketika seorang hamba tenggelam dalam kelalaian karena harta benda, anak istri, dan perhiasan dunia lain yang membuat dia lupa kepada Rabbnya, terbius dengan godaan setan, dan terjatuh ke dalam berbagai macam bentuk maksiat datang bulan Ramadhan untuk mengingatkannya dari kelalaiannya, mengembalikannya kepada Rabbnya, dan mengajaknya kembali memperbaharui taubatnya. Ramadhan adalah bulan yang sangat layak untuk memperbarui taubat; karena di dalamnya dilipatgandakan kebaikan, dihapus dan diampuni dosa, dan diangkat derajat. Jika seorang hamba selalu dituntut untuk bertaubat setiap waktu, maka taubat pada bulan Ramadhan ini lebih dituntut lagi; karena Ramadhan adalah bulan mulia waktu dimana rahmat-rahmat Allah turun ke bumi. Marilah kita bertaubat! Karena tak satu pun dari kita yang bersih dari dosa dan bebas dari maksiat. Pintu taubat selalu terbuka dan Allah senang dan gembira dengan taubat hambanya. Taubat yang sungguh-sungguh atau taubat nasuha adalah dengan meninggalkan maksiat yang dilakukan, menyesali apa yang telah dilakukan, dan berjanji untuk tidak kembali mengulangi maksiat tersebut, dan jika dosa yang dilakukannya berkaitan dengan hak orang lain hendaknya meminta maaf dan kerelaan dari orang tersebut.

Kiat Sehat di Bulan Ramadhan

Ibadah puasa pada bulan Ramadhan menjadi kesempatan yang baik bagi kaum muslimin untuk meraih manfaat sebesar-besarnya, baik manfaat pahala ibadah maupun manfaat kesehatan. Masalahnya, pada bulan puasa biasanya munculnya kebiasaan-kebiasaan baru. Misalnya produktivitas kerja yang menurun dengan alasan badan lemas karena kurang makan, kebiasaan makan sahur yang banyak, makan berlebihan saat berbuka, kurangnya konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran serta tidur seharian tanpa berolahraga. Tanpa kita sadari hal-hal ini justru dapat menyebabkan berat badan yang terus meningkat dan kondisi tubuh menjadi kurang fit, sehingga mengurangi manfaat puasa untuk kesehatan kita.
Agar puasa dapat menyehatkan diperlukan strategi yang tepat. Siasat yang baik adalah dengan melakukan pengaturan pola makan dan minum, pengaturan aktivitas/olahraga, perhatian ekstra dan strategi khusus untuk penyakit/kondisi tertentu, serta persiapan mental.
Pengaturan makan dan minum
Walaupun tidak makan dan minum di siang hari, jumlah kalori, karbohidrat, dan asupan gizi lainnya harus tetap sama dengan saat kita tidak berpuasa. Fungsi zat gizi dalam tubuh adalah sebagai sumber energi (karbohidrat dan lemak), zat pembangun (protein) terutama untuk tumbuh kembang serta mengganti sel yang rusak dan sumber zat pengatur (vitamin dan mineral).
Sahur
Pengaturan makan dan minum pada saat puasa dimulai ketika sahur. Sahur menjadi penting karena pada saat sahur kita mempersiapkan makanan yang menjadi sumber energi selama puasa. Sahur dianjurkan dilakukan di akhir waktu. Makanan yang dikonsumsi saat sahur tidak hanya sekadar praktis, tapi juga makanan bergizi, yang mengandung lima unsur zat gizi yaitu: protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Selain itu, pada saat sahur perlu mengkonsumsi makanan yang berserat yakni sayuran dan buah untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. Sebaiknya konsumsi air 8-10 gelas per hari termasuk susu, jus, dan kuah sup atau sayur agar tubuh kita tidak kekurangan cairan. Pembagiannya 5 gelas pada malam hari dan 3 gelas pada saat sahur. Setelah makan sahur dianjurkan tidak langsung tidur untuk memperlancar pencernaan.
Berbuka Puasa
Pada saat berbuka puasa sebaiknya dengan minuman yang manis dan hangat. Makan dilakukan secara bertahap dan tidak langsung makan dalam porsi yang besar dan terburu-buru. Bagi orang gemuk hindari berbuka puasa dengan makanan yang tinggi kolesterol dan kurangi makanan yang manis-manis. Sebaiknya lebih banyak konsumsi sayuran dan buah serta kurangi makanan yang digoreng. Bagi yang terlalu kurus perlu menambah porsi susu dan hindari makanan yang sulit dicerna seperti sayuran berserat kasar (daun singkong, daun pepaya). Bagi yang berusia lanjut makanlah dalam jumlah porsi kecil tapi sering. Setelah buka puasa sebaiknya tidak langsung tidur untuk memperlancar pencernaan.
Contoh Perencanaan Makan Selama Puasa 
Maghrib
10% dari total kebutuhan kalori sehari (makanan kecil)
Sesudah Maghrib
25% dari total kebutuhan kalori sehari (makanan utama)
Sesudah Tarawih
20% dari total kebutuhan kalori sehari (makanan utama)
Sebelum tidur malam
10% dari total kebutuhan kalori sehari (makanan kecil/susu/buah)
Sahur
25% dari total kebutuhan kalori sehari (makanan utama)
Sebelum imsak
10% dari total kebutuhan kalori sehari (makanan kecil/susu/buah)
Pengaturan Aktivitas/olahraga
Berpuasa tidak berarti mengurangi aktivitas atau kerja. Kita dapat terus berolahraga dengan memperhatikan waktu berolahraga yang tepat. Pada saat puasa tidak dianjurkan melakukan aktivitas/olahraga berat. Sebaiknya olahraga dilakukan menjelang berbuka puasa atau pada malam hari. Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga ringan seperti jalan kaki, senam, lari kecil. Shalat tarawih pun dapat dijadikan aktivitas untuk menjaga kebugaran tubuh.
Perhatian ekstra dan strategi khusus untuk penyakit/kondisi tertentu
1. Penyakit lambung
Pada pasien yang memiliki penyakit pada lambung yang disebabkan oleh peningkatan asam lambung, stres dan makan tidak teratur umumnya boleh berpuasa. Namun bila penyakit pada lambung disebabkan karena adanya luka (ulkus) pada lambung umumnya tidak dianjurkan berpuasa. Makanan yang perlu dihindari antara lain:
  • Banyak mengandung gas dan tinggi serat (sawi, kol, nangka, pisang, kedondong, buah yang dikeringkan, minuman bersoda)
  • Merangsang pengeluaran asam lambung (kopi, sari buah sitrus, susu)
  • Merusak dinding lambung (cuka, pedas, merica, dan bumbu yang merangsang)
  • Sulit dicerna (makanan berlemak, kue tart, coklat dan keju)
2. Penyandang diabetes (Diabetesi)
Penyandang diabetes atau diabetisi yang ingin berpuasa sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Secara umum diabetesi boleh berpuasa bila:
  1. Keadaan gula darahnya terkontrol (gula darah puasanya 80-126 mg/dl, 2 jam setelah makan 80-180 mg/dl).
  2. Bila menggunakan insulin tidak lebih dari dua kali sehari
  3. Mempunyai fungsi hati/liver dan ginjal yang baik
  4. Tak ada gangguan pembuluh darah otak yang berat
  5. Tak ada kelainan pembuluh darah jantung
  6. Cadangan lemak tubuh cukup
  7. Tak ada kelainan hormonal lain
  8. Tidak mengalami demam tinggi.
Pengaturan makan pada saat puasa untuk diabetisi tidak berbeda dengan jumlah asupan kalori dari makanan bila tidak puasa. Hanya saja diperlukan pengaturan dan distribusi makanan serta obat-obatan yang perlu dikonsultasikan dengan dokter.
3. Ibu hamil dan menyusui
Untuk ibu hamil diperbolehkan puasa apabila kuat dan tidak merasakan keluhan seperti pusing, gemetar, mual berlebihan, serta tidak termasuk kehamilan berisiko tinggi. Ibu hamil juga sebaiknya tidak memaksakan berpuasa jika membahayakan diri sendiri dan janin. Jenis dan jumlah makanan yang dibutuhkan pada waktu puasa sama seperti bila tidak puasa.
Sebagian besar ibu menyusui tidak kuat berpuasa karena mengeluarkan ASI, karena pengeluaran ASI bisa memberikan dampak lemas dan mudah lapar. Sebaiknya tidak memaksakan diri untuk puasa bila tidak kuat, karena bukan tindakan bijaksana bagi seorang ibu menyusui memaksakan diri menjalankan puasa tapi mengganti ASI dengan susu kaleng untuk sang anak.
Persiapan mental
Menghadapi puasa di bulan Ramadhan diperlukan persiapan mental, di antaranya niat dan motivasi kuat yang juga mempengaruhi kesiapan fisik. Puasa dengan niat ibadah yang ikhlas dan tenang, diiringi dengan kesabaran dapat menghindarkan stress, dan terbukti bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental. Dengan persiapan yang baik, kita dapat melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan dengan khusyuk dan optimal, meraih manfaat pahala ibadah dan meningkatkan kesehatan.

Senin, 16 Juli 2012

Teruslah Bergerak Ikhwah Fillah!

Dakwah ini adalah perjuangan. Sudah sunnatullah, dalam perjuangan ada kalanya menemui kemudahan, namun ada kalanya menemui kesulitan. Lalu jika menemui kesulitan, maka timbullah rasa sedih, risau, bimbang, atau perasaan kecewa lainnya. Ini manusiawi. Tapi mari kita berusaha menjadi manusia Rabbani, yang selalu mengajarkan Al Kitab dan tetap mempelajarinya. Dalam Al-Qur’an surat Alam Nasyrah ayat 1-4 disiratkan bahwa sejak menempuh jalan dakwah ini Allah SWT telah melapangkan dada kita, telah menghilangkan beban yang memberatkan punggung, dan meninggikan nama kita dengan Islam.
Namun jalan dakwah ini memang sulit, jalan yang panjang, tidak mudah, sehingga tidak semua orang lulus ujian dalam menempuhnya. Untuk itu Allah SWT telah berjanji bahwa sesudah kesulitan ada kemudahan. Bahkan janji ini disebut dua kali berturut-turut dalam surat Alam Nasyrah. Barangkali karena kondisi sulit sering membuat kita lupa akan janji Allah itu, sehingga Allah SWT menyebut janji tersebut dua kali berturut-turut.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٥﴾ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴿٦﴾
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan…” (QS. Alam Nasyrah: 5-6)
Bagaimana mungkin kemudahan diraih setelah kesulitan demi kesulitan kita hadapi? Allah SWT menyebutkan kunci rahasianya. Rahasianya adalah dengan “terus bekerja”, ya, terus bekerja. Lihat saja lanjutan surat Alam Nasyrah tersebut,
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ ﴿٧﴾
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain…” (QS. Alam Nasyrah: 7)
Ini artinya bekerja secara kontinyu, tidak kenal kata henti, walau kesulitan yang dihadapi. Dan tidak hanya terus bekerja, tapi juga bekerja dengan sungguh-sungguh, bukan bekerja asal-asalan. Subhanallah, ini rahasianya.
Maka tidak heran dalam surat At Taubah Allah SWT juga berfirman:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٠٥﴾
“Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”" (QS. At Taubah: 105)
Lalu syarat sukses dalam bekerja adalah kelapangan dada. Itulah sebabnya mengapa Allah SWT mengawali surat Alam Nasyrah dengan kelapangan dada di ayat 1:
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ ﴿١﴾
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Alam Nasyrah: 1)
Jadi, apabila dada terasa sempit karena kesulitan yang sedang dihadapi, berdoalah seperti nabi Musa,
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي ﴿٢٥﴾ وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي ﴿٢٦﴾
“…Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku” (QS. Thahaa: 25-26).
Satu lagi kunci rahasia yang amat sangat penting, yaitu,
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَب ﴿٨﴾
“Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Alam Nasyrah: 8)
Karena pertolongan dan kemenangan itu datangnya dari Allah SWT.
Inilah rahasia-rahasianya, kelapangan dada, terus bekerja, dan pengharapan selalu kepada Allah Azza Wa Jalla. Inilah jalan yang pernah ditempuh Rasulullah SAW tauladan kita. Jadi tidak kenal kata henti dalam kamus kita, tidak ada waktu istirahat hingga ajal tiba, terus bergerak ikhwah fillah di manapun berada!

Minggu, 15 Juli 2012

Sebab Hidup tak Mengenal Siaran Tunda

Saudaraku, hidup ini hanya sekali. Maka, buatlah yang sekali itu menjadi “sesuatu”. Waktu dan umur yang kita lewati, sekali berlalu, tak pernah kembali. Ia pergi dengan segenap catatan yang menggoresnya. Berbuatlah dalam kebajikan, sekecil apapun! Semoga kebaikan yang kecil itu menambah berat amal timbangan kebaikan kita di akhirat kelak.
Sebab hidup tak mengenal siaran tunda, maka bekerjalah dalam kesungguhan dan keikhlasan. Sekali waktu yang telah berlalu tak akan pernah kembali. Setiap detik yang bergeser dari jam tangan kita telah menjadi sesuatu yang lampau. Ia pergi dan kita masih di sini, dengan sejuta persoalan yang membelenggu diri kita. Seorang penyair sufi berkata,
ما من يوم ينشق فجره إلا وينادى “يا ابن آدم أنا خلق جديد وعلى عملك شهيد، فتزود منى فإنى إذا مضيت لا أعود الى يوم القيامة
Tidaklah fajar hari ini terbit, kecuali ia akan memanggil, “Wahai anak Adam, aku adalah ciptaan yang baru dan aku akan menjadi saksi atas setiap pekerjaanmu, maka mintalah bekal kepadaku. Karena bila aku telah berlalu, aku tak akan kembali hingga hari kiamat tiba.”
Seringkali, kita berkeluh kesah dalam hidup ini. Padahal, keluh kesah kita tak menyelesaikan persoalan sedikitpun.
Pada tulisan singkat ini, saya ingin kita bertafakur sejenak. Merenung dalam pemahaman yang sama, apa saja yang sudah kita khidmatkan dalam hidup kita ini. Bersegeralah! Sebab, hidup tak mengenal siaran tunda.
Seringlah merenung
Saudaraku, merenunglah sejenak. Kata orang bijak, bertafakur satu jam lebih baik dari pada bekerja sepuluh jam tanpa tahu makna dan arti. Lihatlah sekelilingmu, segera setelah itu pasti engkau akan bersyukur. Lihatlah bagaimana Allah menciptakanmu dengan penuh kesempurnaan. Lihatlah bagaimana Allah memberimu begitu banyak nikmat,
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ (٣٤)
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS Ibrahim: 34)
Dengan bertafakur tadi, tersadarlah bahwa – alhamdulillah – kita diciptakan sempurna. Tak kurang suatu apa.
Yang telah berlalu, biarlah ia pergi bersama waktu.
Suka atau tidak, setiap kita punya kenangan dengan masa lalu. Berapa banyak di antara kita yang asyik menggapai masa lalu, padahal ia telah menjadi arsip sejarah. Masa lalu adalah periode yang tak mungkin kita kembali ke padanya. Yang telah berlalu, biarlah ia pergi bersama waktu. Cukup jadikan ia sebagai pelajaran untuk masa yang akan datang.
Masa lalu adalah kenangan, ia tak mungkin kembali. Jika Anda seorang jenderal namun sudah pension, tetaplah Anda pensiunan. Tak ada lagi tongkat komando, tak ada pula ajudan dan pengawal.
Masa lalu adalah cermin untuk kita belajar. Tak lebih dan tak kurang. Sebab hidup tak mengenal siaran tunda, belajarlah dari para penguasa yang telah berlalu dalam kelalimannya. Mereka memupuk harta, saat mati tak membawanya sedikitpun ke alam baka. Penyair Arab menulis:
   أين الملوكُ الماضيةُ تركوا المنازلَ خاليةً جمعوا الكنوزَ بجَدِّهم تركُوا الكنوزَ كما هِيَ فانظرْ إليهِم هل تَرَى في دارِهِمْ من باقيةٍ إلا قبورًا دارساتٍ فيها عظامٌ باليةٌ
Mana para raja zaman dahulu ***
Tinggalkan istana-istana yang sepi
Mengumpulkan harta dengan segenap kesungguhan ***
Harta-harta itu ternyata tetap apa adanya
Carilah mereka, apakah engkau dapati mereka ***
di rumah-rumah mereka 
Tidak, kecuali tulang belulang yang telah usang.
Warnailah hari-harimu
Saudaraku, sebab hidup tak mengenal siaran tunda, maka warnailah hari-harimu. Jadikan ia merah, kuning, biru, coklat, ungu, putih dan jingga dalam aktivitas keseharianmu. Cerialah, sebab – kata Rasulullah SAW – senyummu untuk saudaramu bernilai sedekah. Kebahagiaan tak dapat kau beli dengan uang, tapi ia dapat kau ciptakan dengan mensyukuri setiap keadaan.
Sebab hidup tak mengenal siaran tunda, bersegeralah mewarnai bintang kebaikanmu. Segera tunaikan shalat sesaat setelah adzan berkumandang. Itulah bintang kebaikanmu hari ini. Warnai pula silaturahim dengan sahabat, handai dan taulan. Mereka yang rajin bersilaturahim, niscaya dipanjangkan umur dan kesempatannya. Bersedekahlah, walaupun kau dalam keadaan susah!
Warnai pula bintang kebaikanmu dengan menjenguk tetangga yang sakit, saudara yang malang, dan tetangga yang mengundang. Hak-hak seorang muslim atas muslim lainnya adalah enam: Berjumpa, ucapkan salam. Mengundang, penuhi jemputannya itu. Perlu nasihat, kirimi SMS “Bro, shalat yuk”. Bersin, ucapkan “semoga Allah menyayangimu.” Sakit? Kunjungi dan – jika mati – antarkan hingga ke kuburannya.
Berharap Terima Kasih? Ke laut aja luh.
Saudaraku, sebab hidup tak mengenal siaran tunda, tak usahlah Anda berharap terima kasih dari setiap kebaikan yang Anda lakukan. “Terima kasih?” “Ke laut aja luh”. Apalah artinya pujian manusia, jika ia akan merusak nilai kebaikan kita di hadapan Tuhan. Bukankah Fatimah, putri Rasulullah SAW tercinta, jatuh sakit akibat tak makan tiga hari sebab seluruh persediaan makanannya telah ia hadiahkan kepada para fakir miskin, janda tua-renta dan mereka yang baru saja dibebaskan dari tahanan  Rasulullah SAW mencari-carinya sebab Fatimah yang biasa rajin berkunjung, kok tiba-tiba absen sekian hari. Allah SWT lalu mengabadikan perjuangan Fatimah (dan suaminya, Ali bin Abi Thalib) dengan menurunkan firman-Nya
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS al-Insan: 8-9)
Saudaraku, jangan karena berharap terima kasih, kita tak bergegas dalam amal-amal kebaikan. Biarkanlah ia dilupakan manusia, disembunyikan sejarah, ditutupi keangkuhan kehidupan dunia, namun – satu hal yang pasti – ia bernilai di hadapan Dzat yang memiliki segala kemampuan membalas perbuatan kebaikan.
Di balik setiap kesulitan pasti ada berjuta kemudahan
Saudaraku, sebab hidup tak mengenal siaran tunda, maka yakinlah dibalik satu kesulitan ada sejuta kemudahan di baliknya. Tak percaya? Bukankah hal itu dijanjikan oleh Dzat yang menggenggam seluruh janji manusia.
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyiraah: 6-8)
Pada ayat ini, Allah menyebut kesulitan dengan memberikan sisipan huruf “alif dan lam” yang dalam kaidah bahasa Arab berarti “ma’rifah” atau “tunggal”. Tetapi, kata kemudahan tidak disisipi huruf yang sama. Menandakan apa? Bahwa pada satu kesulitan, ada berjuta kemudahan di depanmu.
Saudaraku, sebab hidup tak mengenal siaran tunda, maka mari berharap dari satu kesulitan hidup kita, ada sejuta tawaran kebaikan di depannya.
Semoga catatan kecil ini bermanfaat.  Salam takzim.

Senin, 25 Juni 2012

Visi dan Misi

VISI

Sebagai wadah pengkaderan untuk membentuk masyarakat kampus yang barakhlakulkarimah dan profesional serta berkontribusi mewujudkan masyarakat yang Islami




MISI

1.      Menciptakan LDK Baabussalam sebagai organisasi Dakwah yang profesional dan rabbaniyah;
2.      Membentuk kader dakwah yang berakhlakulkarimah dengan landasan iman, ilmu dan amal;
3.      Memperkokoh dan memperluas hubungan yang sinergis dengan elemen pendukung dakwah kampus;
4.      Membangun opini agar terwujud iklim yang kondusif menuju kampus UNTIRTA yang lebih islami dan mandiri;
5.      Menumbuhkan sensitivitas moral dan intelektual civitas akademika terhadap problematika ummat.

Berislam Secara Totalitas

ALKISAH, ada seorang Badui datang kepada Rasulullah SAW lantas beriman kepadanya dan mengikuti (ajaran Islam). Sang Badui bertanya (kepada Nabi), Apakah saya hijrah bersamamu? Maka Rasulullah SAW menitipkan orang Badui tersebut kepada sahabatnya untuk hijrah. Ketika terjadi perang Khaibar, Rasulullah memperoleh harta rampasan dan membagi-bagikannya. Nabi SAW memberi bagian buat orang Badui itu dan menitipkan bagiannya itu kepada sahabat. Saat pembagian, orang Badui tidak ada, sedang menggembalakan unta mereka (para sahabat). Ketika datang, para sahabat menyerahkan bagian itu kepadanya, Ia lantas bertanya, “Apakah ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah bagian yang telah ditetapkan oleh  Rasulullah untukmu.” Orang Badui mengambil bagian tersebut dan membawanya kepada Nabi SAW. ”Tidak karena ini saya mengikutimu, akan tetapi saya mengikutimu agar leherku ini ditembus oleh anak panah, hingga saya mati lalu masuk surgea.” Rasulullah SAW berkata, “Bila kamu (jujur) pada Allah, maka Allah akan menepati (janji-Nya) kepadamu.”
Setelah itu para sahabat bangkit untuk memerangi musuh. Kemudian orang Badui dibawa ke (hadapan) Nabi SAW dalam keadaan syahid. Lantas Rasulullah SAW bersabda, “Diakah orang itu ?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Benar.” Rasulullah SAW bersabda, “Ia jujur kepada Allah, maka Allah membuktikan (janji-Nya).” (Sunnah An-Nasai 4/60. Kitabul Janaiz, bab Ash-Shalatu ‘Alasy-Syuhada).
***
Seorang ideolog membagi manusia menjadi enam kelompok;  muslim-mujahid, muslim yang duduk-duduk (tidak mau berjuang), muslim-atsim (pendosa), dzimmi-mu’ahid (kafir yang telah dilindungi oleh Negara Islam karena telah mengadakan perjanjian damai dengannya dan siap membayar pajak sebagai gantinya), muhayid (orang kafir yang berpihak kepada Islam) atau muharib (orang kafir yang memerangi Islam).
Masing-masing kelompok diatas memiliki hukumnya tersendiri dalam pandangan Islam. Dengan batasan inilah individu maupun intitusi ditimbang, apakah ia berhak mendapatkan loyalitas atau berhak memperoleh permusuhan/pengingkaran.
Terhadap golongan muslim-mujahid, kita mencintai, memberikan loyalitas, mengunjungi, menjalin hubungan baik (al Mawaddata fil Qurba) dan memenuhi kebutuhan mereka. Terhadap muslim yang tidak berjuang, kita membangkitkan semangat, menasihati dan mencari ‘udzur buat mereka. Terhadap muslim yang suka berbuat dosa, kita memperingatkan mereka dan mengajak perjanjian terhadap mereka, tidak menampakkan permusuhan kepada mereka, bahkan kita dituntut unt uk bersikap toleran (tasamuh) dan adil terhadap mereka. Mereka memiliki hak dan kewajiban sebagai warga Negara sebagaimana kita.
Islam mengenal istilah tajarrud (kemurnian dan totalitas), di mana membersihkan hati dan pikiran dari dominasi internal (syubhat, syahwat dan ghoflah/kelalaian) dan prinsip-prinsip dan pengaruh orang lain.
Secara lafdziyah, tajarrudu lil amri’ berartinya bersungguh-sungguh pada suatu urusan.
Tajarrud merupakan akhlak yang harus dimiliki oleh barisan mukmin yang berjuang dalam menegakkan kalimat Allah, bahkan ia merupakan salah satu pilarnya. Tanpa tajarrud yang benar barisan kaum beriman tidak akan bangkit dan tidak akan menunaikan perannya.
Tegakknya Islam termasuk diserukan oleh tokoh-tokoh semisal mereka, yaitu orang-orang yang telah menghiasi diri dengan kejujuran, ‘iffah (menjaga diri), kejernihan batin, ketulusan dalam beramal, keteguhan dalam memegang prinsip, serta terbebas dari motif-motif dunia dan syahwat.
Abul Ala Al Maududi dalam kitabnya “Nadzariyyatul Islam wa Hadyuhu” (hal. 84) pernah mengatakan, dakwah inilah yang akan menyedot hati orang-orang yang di dalam diri mereka masih terdapat kebaikan dan keshalihan.
All out
Di antara indikator tajarrud yang benar adalah bahwa seseorang menakar orang lain, organisasi lain dan segala sesuatu dengan takaran (timbangan) dakwah. Ia menentukan sikapnya terhadap mereka semua sesuai dengan timbangan tersebut.
Di antara tanda-tanda adanya akhlak tajarrud adalah mempersembahkan jiwa dengan mudah (tanpa ada rasa keberatan) di jalan Allah SWT.
Orang yang bercita-cita menegakkan al haq di muka bumi ini harus berhasil mewujudkannya terlebih dahulu di dalam jiwa, nurani, dan kehidupan mereka, dalam bentuk aqidah (keyakinan), akhlak (perilaku), ibadah, dan perilaku sehari-hari.
Abu Bakar ra telah menginfakkan hartanya untuk menyelamatkan orang-orang yang tertindas di Makkah, ia melindungi orang-orang asing yang telah menyatakan janji setia (baiat) kepada kepemimpinan Rasulullah SAW teguh dalam janji, totalitas (all out) dalam beramal dan memurnikan niat hanya kepada Allah SWT. Kemudian turunlah beberapa ayat al-Quran yang member khabar gembira kepada Abu Bakar ra atas amal mulia yang telah dilakukan dan dipersembahkan untuk Allah SWT semata.
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dia kelak benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. Al Lail (92) : 17-21).
Sungguh sikap Abu Bakar  ra tidak dapat ditakar ketika ia ditanya, Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu ? Ia menjawab, Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya (Nurul Yaqin- Perang Tabuk hal. 245).
Sikap yang diteladankan oleh Abu Bakar dalam masa paceklik, jaisyul ‘usrah (Perang Tabuk) tersebut menggambarkan kepribadian beliau, dalam tiga indikator.
Pertama, mempersembahkan harta secara total (all out) hanya kepada Allah SWT.
Kedua, tawakkal secara mutlak kepada Allah SWT.Hal ini tercermin dalam ucapannya, Saya tinggalkan untuk mereka Allah SWT dan Rasul-Nya.
Ketiga, penjelasan bahwa pada hakikatnya harta itu milik Allah, dan Abu Bakar hanyalah diserahi/dititipi untuk mengelola dengan sebaik mungkin. Jika sedikit saja dikeluarkan untuk kebatilan berarti mubadzir. Jika dibelanjakan untuk menegakkan kebenaran sampai minus (habis), bukan dikategorikan mubadzir. Ia pantang mengelola harta bertentangan dengan Sang Pemilik-Nya.
Orang yang meyakini keagungan dan kebesaran Islam yang diajarkan oleh al-Quran dan as-Sunnah, serta jiwanya memberi kesaksian bahwa (jalan) inilah yang haq, yang tiada setelahnya kecuali kebatilan dan kesesatan ia akan mempertaruhkan jiwa dan raganya hanya kepada Allah SWT dan Islam.
Ini bisa dilihat dari sikap Nabiullah Ibrahim alaihissalam, sekalipun di tengah-tengah mereka terdapat ayah, anak-anak dan keluarganya. Beliau bersama pengikutnya berlepas diri dari lingkungan sosialnya serta patung-patung yang mereka sembah. Ia mengingkari kebatilan, dan menjauhi kaum paganis untuk menegakkan Islam.
Sekarang marilah bertanya pada diri kita. Kita berIslam masih secara sampingan atau sudah totalitas?.
Perumpamaan totalitas berislam ibarat orang yang berjuang di Jalan Allah dengan orang yang duduk-duduk. Sesungguhnya Allah membedakan antara orang yang berjuang di Jalan Allah dan yang duduk-duduk saja.
Orang yang berjuang di Jalan Allah derajatnya  lebih tinggi  daripada orang yang duduk/diam saja.
“Yaitu kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” [Ash Shaff 11]
Dalam surat lain, Allah berfirman;
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” [An Nisaa' 95].*

Sumber : www.hidayatullah.com
Assalamu'alaikum.. selamat datang di blog LDK Baabussalam UNTIRTA kawan :)